KLASIFIKASI BIJIH BESI MENGGUNAKAN CITRA HIPERSPEKTRAL DI DAERAH SEKITAR KABUPATEN SLEMAN

01 September 2025

By: HIMA SAIG UPI

Open Data

Bijih Besi 0.05

Open Data

Bijih Besi 0.1

Open Data

Bijih Besi 0.07

Open Project

Bijih Besi

Thumbnail Agustus

Penulis: Annisa Purnama Sari

Pendahuluan

Penggunaan citra satelit hiperspektral dapat memberikan informasi yang sangat detail mengenai sumber daya alam terutama pemanfaatannya di Indonesia. Teknologi hiperspektral mampu menangkap ratusan hingga ribuan pita spektral yang sempit, sehingga memungkinkan identifikasi material secara sangat spesifik berdasarkan karakteristik spektralnya. Teknologi tersebut juga dikenal dengan pencitraan spectroscopy yang memiliki jumlah bandwith terukur antara 100-500, dengan perbedaan panjang gelombang 5 nm < Δλ < 10 nm (Farahidy, Sadly, Kristijono, Sanjaya, & Frederik, 2005; Wiweka, 2008). Dengan memanfaatkan informasi spektral yang detail serta pustaka spektral (spectra library) sebagai referensi, citra hiperspektral dapat digunakan untuk pemetaan mineral.

Bijih besi, dengan komposisi utama berupa oksida besi seperti hematit (Fe₂O₃), magnetit (Fe₃O₄), goethite (FeO(OH)), siderit (FeCO₃), maupun limonit (FeO(OH)·n(H₂O)), merupakan sumber daya mineral yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Hematit dan goethite umumnya menjadi komponen dominan dalam bijih besi (Ramanaidou & Wells, 2012). Selain itu, bijih besi juga mengandung unsur-unsur lain seperti Ni, Mg, Ca, Si, Cr, dan Zn dengan kadar rendah (Schwertmann & Cornell, 2008). Potensi sumber daya bijih besi di Indonesia, terutama di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya sepanjang aliran Sungai Progo, hingga kini belum dieksplorasi secara menyeluruh. Sejarah letusan Gunung Merapi tahun 2010 turut membawa material vulkanik yang diperkirakan mengandung potensi bijih besi.

Metode eksplorasi bijih besi yang lazimnya dilakukan melalui survei terestris memiliki keterbatasan dalam hal efisiensi waktu, biaya, dan tenaga kerja. Sebagai alternatif, teknologi penginderaan jauh menawarkan solusi yang lebih efektif. Dengan kemampuannya dalam menangkap citra wilayah yang luas, membedakan objek berdasarkan karakteristik spektralnya, serta melakukan pemantauan berulang, teknologi ini sangat berguna dalam eksplorasi sumber daya mineral. eknologi ini memungkinkan akuisisi citra pada wilayah yang luas, pembedaan objek berdasarkan karakteristik spektralnya, serta pemantauan berulang secara periodik. Data spektral yang diperoleh dari interaksi gelombang elektromagnetik dengan objek di permukaan bumi menjadi kunci dalam identifikasi mineral. Saat gelombang elektromagnetik berinteraksi dengan objek, akan dihasilkan nilai yang dikenal sebagai spektral (Danoedoro, 2012).

Metodologi

Diagram Alir

Penelitian ini menggunakan citra hiperspektral PRISMA yang diolah dengan perangkat lunak ENVI. Analisis dilakukan menggunakan Spectral Library sebagai referensi spektral dan metode Spectral Angle Mapper (SAM) untuk klasifikasi.

SAM membandingkan spektrum piksel dengan spektrum referensi, di mana sudut spektral yang lebih kecil menunjukkan tingkat kemiripan material yang lebih tinggi. Dengan demikian, SAM dan Spectral Library menjadi dasar dalam identifikasi bijih besi pada citra hiperspektral.

Hasil dan Pembahasan

Gambar 2

Plot spectral library dari bijih besi pada citra hiperspektral PRISMA menunjukkan pola pantulan spektral yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan mineral bijih besi. Sumbu horizontal menunjukkan nomor band spektral yang menangkap pantulan dari panjang gelombang berbeda, sedangkan sumbu vertikal menggambarkan nilai pantulan untuk setiap band tersebut. Adanya puncak dan lembah pada kurva mengindikasikan fitur absorpsi mineral seperti hematit dan magnetit, yang membantu membedakan bijih besi dari jenis material lain pada citra hiperspektral. Kemudian, adanya penurunan tajam di beberapa bagian band yang kemungkinan merupakan efek absorpsi oleh mineral besi, misalnya pada band 100 dan 150.

Analisis spektral penting untuk memetakan sebaran bijih besi di wilayah eksplorasi secara efisien menggunakan data PRISMA tanpa harus selalu bergantung pada survei lapangan yang mahal. Dengan memanfaatkan spectral library bijih besi, algoritma seperti Spectral Angle Mapper dapat mengklasifikasikan piksel citra dan menentukan potensi kandungan mineral besi. Hasil ini mempercepat proses identifikasi dan pemetaan cadangan mineral, serta memberikan informasi penting untuk perencanaan eksplorasi industri pertambangan.

Gambar 3

Hasil klasifikasi Spectral Angle Mapper (SAM) pada klasifikasi bijih besi dengan ukuran sudut yang berbeda, yaitu 0.1 rad, 0.07 rad, dan 0.05 rad, menunjukkan perbedaan dalam jumlah dan distribusi area yang teridentifikasi sebagai bijih besi pada citra yang dianalisis.

Pada ukuran sudut 0.1 rad, hasil klasifikasi menunjukkan area yang cukup luas dengan banyak titik merah yang mewakili lokasi yang diidentifikasi sebagai bijih besi. Ini berarti nilai batas sudut yang lebih besar memberikan toleransi yang lebih longgar dalam menghitung kesamaan spektrum antara piksel citra dan spectral library bijih besi sehingga lebih banyak piksel terdeteksi sebagai bijih besi walaupun termasuk adanya kemungkinan piksel yang kurang mirip juga meningkat.

Saat ukuran sudut dikurangi menjadi 0.07 rad, area yang teridentifikasi sebagai bijih besi menjadi lebih sedikit. Ini menunjukkan bahwa klasifikasi menjadi lebih selektif, hanya mengenali piksel dengan kemiripan spektral yang lebih tinggi terhadap referensi bijih besi. Dengan demikian, hasil ini lebih ketat dalam menentukan area yang benar-benar mengandung mineral bijih besi.

Sementara itu, pada ukuran sudut 0.05 rad, area deteksi menjadi paling kecil dan sangat spesifik. Hanya bagian-bagian dengan kemiripan spektral paling tinggi yang ditandai sebagai bijih besi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan nilai batas sudut yang paling rendah ini, hasil klasifikasi mencapai tingkat ketelitian yang lebih tinggi dengan kemungkinan salah klasifikasi yang rendah, walaupun area yang terdeteksi juga menjadi paling sedikit.

Perbedaan ini menunjukkan adanya ”trade-off” antara seberapa banyak area yang terdeteksi dan seberapa tepat hasil klasifikasi menggunakan SAM. Jika nilai batas sudut lebih besar, lebih banyak area yang terdeteksi sebagai bijih besi, tetapi ada kemungkinan hasilnya kurang tepat. Sedangkan jika nilai batas sudut lebih kecil, hasilnya lebih tepat karena hanya area yang sangat mirip dengan referensi bijih besi yang terdeteksi, tetapi jumlah area yang terdeteksi jadi lebih sedikit. Jadi, pilihannya tergantung pada apakah lebih penting untuk menangkap banyak area atau mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Metode Spectral Angle Mapper ini sangat berguna pada pemetaan mineral bijih besi karena menghitung sudut spektral antara piksel citra dan spektrum referensi sehingga memungkinkan identifikasi yang cukup detail berdasarkan komposisi mineral óptikalnya. Penggunaan nilai batas sudut radian yang berbeda merupakan cara untuk mengatur tingkat ketelitian dan keluasan klasifikasi sesuai kebutuhan eksplorasi atau analisis.

Dengan demikian, pemilihan nilai-nilai batas sudut SAM harus disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan analisis. Jika fokus pada cakupan area luas dengan toleransi lebih besar, nilai batas sudut seperti 0.1 rad bisa digunakan. Sebaliknya, jika dibutuhkan hasil dengan keakuratan tinggi dan area yang terdeteksi benar-benar representatif, nilai batas sudut 0.05 rad lebih tepat.

Gambar 5

Berdasarkan peta dan juga hasil SAM, terlihat adanya distribusi bijih besi pada kerucut Gunung Merapi. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan bijih besi erat kaitannya dengan material sedimen vulkanik. Bijih besi juga ditemukan di daerah Kali Krasak Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini merupakan material hasil erupsi Gunung Merapi yang memiliki kandungan besi. Kemudian terjadi proses erosi dan transportasi oleh media air dan menjadi lahar. Lahar kemudian diendapkan di sepanjang tubuh Sungai Krasak. Selain itu, sebagian bijih besi lebih banyak ditemukan di pantai selatan Pulau Jawa. Di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya sepanjang aliran Sungai Progo, juga terdapat kandungan bijih besi. Sungai Progo sendiri terkena dampak erupsi Merapi 2010 sehingga membawa material vulkanik yang salah satunya mengandung bijih besi.

Analisis spektral pada citra satelit, khususnya citra hiperspektral seperti PRISMA, terbukti berguna untuk mendeteksi dan mengidentifikasi material di permukaan bumi, termasuk bijih besi. Setiap material memiliki karakteristik spektral yang unik, yang tercermin dalam kurva reflektansi spektralnya (Basri, 2018). Kurva ini menunjukkan seberapa besar energi elektromagnetik yang dipantulkan oleh material pada setiap panjang gelombang sehingga dapat digunakan untuk mengenali jenis mineral tertentu, termasuk bijih besi. Salah satu teknik analisis spektral yang umum digunakan adalah Spectral Angle Mapper (SAM). SAM bekerja dengan cara membandingkan spektrum piksel yang tidak diketahui dengan spektrum referensi yang sudah diketahui. Semakin kecil sudut spektral antara kedua spektrum, semakin tinggi kemiripan antara kedua material tersebut (Andriansyah, Z. dkk. 2021). Resolusi spektral PRISMA yang tinggi memungkinkan diperolehnya informasi spektral yang sangat detail dari suatu objek, sehingga pola reflektansi bijih besi dapat dianalisis dengan baik, termasuk penyerapan pada panjang gelombang tertentu (Lestari, 2015). Bentuk kurva spektral bijih besi dapat bervariasi tergantung pada jenis mineral dominan, unsur pengotor, dan ukuran partikel. Besaran sudut spektral merupakan parameter penting dalam algoritma Spectral Angle Mapper (SAM). Sudut spektral menunjukkan tingkat kemiripan antara spektrum piksel yang tidak diketahui dengan spektrum referensi (Sulma, S. dkk. 2018). Semakin kecil sudut spektral, semakin tinggi tingkat kemiripannya. Sudut spektral yang terlalu besar dapat menyebabkan kesalahan klasifikasi, karena piksel yang sebenarnya berbeda dapat diklasifikasikan sebagai kelas yang sama. Sebaliknya, sudut spektral yang terlalu kecil dapat menyebabkan under-classification, yaitu banyak piksel yang seharusnya diklasifikasikan sebagai bijih besi tidak terdeteksi (Safitri, S. D. A., 2020) Selain itu, sudut spektral yang terlalu kecil dapat sangat sensitif terhadap noise dalam data citra, sehingga menghasilkan hasil klasifikasi yang tidak stabil. Namun, variasi sudut juga bisa dimanfaatkan, yakni sudut kecil untuk identifikasi jenisi bijih besi yang spesifik, sedangkan sudut besar untuk keberadaan bijih besi secara umum.

Selain besaran sudut spektral, hasil klasifikasi juga dipengaruhi oleh kualitas citra, pilihan spektrum referensi, algoritma, dan metode preprocessing. Resolusi spasial, spektral, dan radiometrik citra sangat berpengaruh terhadap akurasi hasil klasifikasi. Kualitas spektrum referensi yang digunakan juga sangat penting. Spektrum referensi harus representatif dari jenis bijih besi yang ingin diidentifikasi. Proses preprocessing citra, seperti koreksi atmosferik dan normalisasi, dapat meningkatkan kualitas data dan memperbaiki hasil klasifikasi. Selain SAM, terdapat algoritma klasifikasi lain yang dapat digunakan, seperti Support Vector Machine (SVM) dan Random Forest.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwadistribusi bijih besi cukup signifikan di sekitar Gunung Merapi, khususnya di sepanjang aliran Sungai Krasak dan Sungai Progo. Keberadaan bijih besi ini erat kaitannya dengan aktivitas vulkanik Gunung Merapi, yaitu material vulkanik yang kaya akan kandungan besi terendapkan melalui proses erosi dan terbawa oleh aliran sungai.

Citra hiperspektral PRISMA terbukti efektif dalam mendeteksi dan mengidentifikasi bijih besi. Dengan memanfaatkan karakteristik spektral yang unik dari setiap mineral, citra hiperspektral memungkinkan kita untuk membedakan berbagai jenis bijih besi dan mengidentifikasi lokasi potensial keberadaan mineral tersebut. Algoritma Spectral Angle Mapper (SAM), yang membandingkan spektrum piksel dengan spektrum referensi, memberikan hasil klasifikasi yang baik. Besarnya sudut spektral menjadi indikator tingkat kemiripan, di mana sudut yang lebih kecil menunjukkan kesesuaian yang lebih tinggi.

Daftar Pustaka

Ayundyahrini, M., Purwanto, E. H., Lukiawan, R., & Setyoko, A. T. (2020). Kebutuhan Standar Teknologi Hiperspektral dan Kesiapan Teknologinya di Indonesia. Jurnal Standardisasi, 22(3), 211-220.

Andriansyah, Z., Adib, M. I., Rahmatika, I., & Arjasakusuma, S. (2021). PEMETAAN MULTI-TINGKAT POTENSI BIJIH BESI MENGGUNAKAN CITRA HYPERSPEKTRAL EO-1 HYPERION DAN MULTISPEKTRAL LANDSAT 8-OLI DI SEKITAR SUNGAI PROGO, YOGYAKARTA:(Multi-Level Mapping of Iron Ore by using the Combination of Hyperspectral EO-1 Hyperion Imagery and LANDSAT 8-OLI Multispectral in Progo River, Yogyakarta). Geomatika, 27(1), 41-50.

BASRI, D. I. H. (2018). PENGANTAR APLIKASI PENGINDERAAN JAUH HYPERSPECTRAL.

Gracia, A. N., Rihaadatul‘Aisy, M. K., Rafifah, S., & Utami, Z. K. Pemurnian Besi dari Pasir Besi Hitam dari Pantai Glagah Indah di Kulon Progo Iron Processing from the Black Iron Sand of Glagah Indah Beach in Kulon Progo.

LESTARI, W. ANALISIS UKURAN KRISTAL, SIFAT MAGNETIK DAN PENYERAPAN GELOMBANG MIKRO PADA X DAN KU-BAND BAHAN MAGNETIT (Fe3O4) YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGGILINGAN (MILLING).

Sulma, S., Pasaribu, J. M., Fitriana, H. L., & Haryani, N. S. (2018). PERBANDINGAN HASIL KLASIFIKASI LIMBAH LUMPUR ASAM DENGAN METODE SPECTRAL ANGLE MAPPER DAN SPECTRAL MIXTURE ANALYSIS BERDASARKAN CITRA LANDSAT-8. Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital, 13(1).

SAFITRI, S. D. A. PENERAPAN METODE SPECTRAL ANGLE MAPPER DAN OBJECT-BASED IMAGE ANALYSIS MENGGUNAKAN CITRA SATELIT SPOT-7 UNTUK MENGETAHUI GENUS MANGROVE DI TELUK TERIMA. 13

Himayah, S., Ridwana, R., Mariyono, S. G., Arrasyid, R., & Nugraha, A. S. A. Karakteristik Spektral Vegetasi di Gunung Api Galunggung Berdasarkan Hasil Pengolahan Citra Multispektral dan Hiperspektral. JPG (Jurnal Pendidikan Geografi), 10(1).

Data Publications

Pemrosesan Dataset Geospasial Besar menggunakan Partisi Quadtree

IT & Services

31 Aug 2025

Ahmad Zaenun Faiz

Pemrosesan Dataset Geospasial Besar menggunakan Partisi Quadtree

Pertumbuhan pesat volume dan kompleksitas data geospasial, terutama dari citra satelit dan penginderaan jauh, menimbulkan tantangan komputasi yang signifikan. Dataset berukuran masif sering melampaui kemampuan perangkat lunak GIS tradisional seperti QGIS atau ArcGIS Pro, sehingga diperlukan pendekatan pemrosesan yang lebih efektif dan efisien. Metode konvensional sering mengalami inefisiensi, penggunaan memori tinggi, dan waktu pemrosesan yang lama. Selain itu, banyak data geospasial bersifat dinamis dan memerlukan pembaruan berkala, seperti data perkotaan atau pemantauan bencana alam. Hal ini membutuhkan metode pemrosesan yang tepat dan andal untuk menjamin akurasi dan kualitas data. Pendekatan standar yang membaca seluruh file ke dalam memori menjadi tidak praktis untuk data raster berukuran besar, menyebabkan operasi I/O disk dan overhead komputasi yang tidak perlu. Oleh karena itu, teknik pemrosesan data yang efisien dan terukur sangat penting untuk mengatasi tantangan ini.

24 min read

57 view

ANALISIS KESESUAIN LAHAN DALAM PEMERATAAN FASILITAS SEKOLAH DASAR MENGGUNAKAN METODE OVERLAY
STUDI KASUS KEBUPATEN CIANJUR

City Planning

15 Aug 2025

Melati Utami

ANALISIS KESESUAIN LAHAN DALAM PEMERATAAN FASILITAS SEKOLAH DASAR MENGGUNAKAN METODE OVERLAY STUDI KASUS KEBUPATEN CIANJUR

Analisis spasial menggunakan GIS untuk menilai kesesuaian lahan dalam mendukung pemerataan lokasi sekolah dasar, guna meningkatkan akses pendidikan yang merata dan berkelanjutan.

23 min read

299 view

1 Projects

Analisis Keterjangkauan Sekolah Menggunakan Moda Transportasi Umum di Kota Makassar: Pendekatan Spasial terhadap Aksesibilitas Pendidikan

Transportation

30 Jul 2025

Muhammad Dwi Apriansyah As

Analisis Keterjangkauan Sekolah Menggunakan Moda Transportasi Umum di Kota Makassar: Pendekatan Spasial terhadap Aksesibilitas Pendidikan

Kemacetan dan keterbatasan akses transportasi umum menjadi tantangan utama dalam mendukung aksesibilitas pendidikan di wilayah urban seperti Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterjangkauan fasilitas pendidikan menggunakan moda transportasi umum, khususnya Bus Rapid Transit (BRT) Trans Mamminasata dan angkutan kota pete-pete, dengan pendekatan spasial menggunakan metode isokron 15 menit berjalan kaki. Data yang digunakan mencakup sebaran sekolah, halte, rute transportasi umum, dan data demografi yang diolah secara spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari total 704 sekolah di Kota Makassar, sebanyak 608 sekolah (86,36%) telah terjangkau oleh transportasi umum dalam waktu tempuh 15 menit berjalan kaki. Selain itu, sekitar 84,29% penduduk Kota Makassar berada dalam jangkauan layanan transportasi umum. Namun, masih terdapat 10 kelurahan dengan keterjangkauan di bawah 50%, serta sebaran sekolah yang belum terlayani terutama di wilayah timur dan timur laut kota. Penelitian ini memberikan rekomendasi lokasi prioritas untuk pengembangan transportasi umum guna mendukung pemerataan akses pendidikan dan mewujudkan konsep Kota 15 Menit yang inklusif dan berkelanjutan.

15 min read

402 view

1 Projects

PEMETAAN KERENTANAN COVID-19 MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) DI DESA CANDIROTO, KABUPATEN TEMANGGUNG

Health

15 Jul 2025

Departemen Teknik Geodesi UNDIP

PEMETAAN KERENTANAN COVID-19 MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) DI DESA CANDIROTO, KABUPATEN TEMANGGUNG

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan tingkat kerentanan terhadap penyebaran COVID-19 di Desa Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

24 min read

332 view

1 Data

1 Projects

Terms and Conditions
Introductions
  • MAPID is a platform that provides Geographic Information System (GIS) services for managing, visualizing, and analyzing geospatial data.
  • This platform is owned and operated by PT Multi Areal Planing Indonesia, located at